Mendengarkan lagu yang didendangkan Astrid dan
Tim Hwang, hatiku terasa teriris. Teringat pada sebuah kejadian di masa lalu,
beberapa tahun silam, saat aku masih duduk di bangku SMA.
Leon, namanya. Bukan seorang kapten basket,
bukan juga sosok yang populer di sekolah. Ia adalah sosok yang terkesan biasa
saja, tetapi pandangan matanya sangat lembut, dan senyumnya sangat hangat.
Diam-diam dia mencuri hatiku...
Cinta kamipun bersemi layaknya remaja pada
umumnya, pergi ke manapun kami mau, menghabiskan seluruh waktu duduk di cafe
dan hanya memesan semangkuk ice cream. Bergandengan tangan dan menyusuri jalan
demi memiliki waktu bersama lebih lama. Semuanya indah, hingga kami harus
berpisah karena harus kembali melanjutkan kuliah di kota yang berbeda. Raga
kami mungkin berpisah, namun cinta kami tidak usai sampai di situ.
***
Tak pernah ada kabar dari Leon, dan sekejap
kami seperti tenggelam dalam kehidupan masing-masing. Aku mulai menjalin
hubungan dengan 2 orang pria, dan yang terakhir saat ini menjadi pasangan
resmiku saat ini. Dia adalah pria yang baik, bertanggung jawab, mapan, namun
terkadang aku tak dapat mengerti hatiku, entah mengapa tak bisa utuh kuberikan
kepadanya.
Senyuman hangat Leon, masih sangat membekas di
hatiku.
Ya...ya...ya... aku menyadari itu semua adalah
masa lalu, tak dapat kembali, dan bahkan kami sudah kehilangan contact satu
sama lain. Mana mungkin cinta seperti itu dipertahankan? Bukankah buang-buang
waktu saja?
Inginnya, aku menjalani kehidupanku saat ini
dengan tenang. Tapi, serasa Leon mengisi seluruh hati dan pikiranku, membuatku
serasa sepi sekalipun aku sudah memiliki segalanya saat ini.
Perasaan ini... aku tak dapat menjelaskannya
dengan rasional...
***
Suatu sore di Coffee Shop, kakiku melangkah ke
sebuah coffee shop kecil yang sebenarnya aku tak pernah mengunjunginya. Aku
hanya ingin sekali ke sana, dan sekedar duduk menghabiskan secangkir kopi. Itu
saja, awalnya, sederhana.
Dan semuanya menjadi complicated, saat setelah
10 menit aku menikmati kopi di cangkirku, sosok yang pernah kukenal beberapa
tahun silam begitu saja muncul di depanku. Masih mengumbar senyum yang hangat,
mata yang ramah dan lembut. Menghampiriku dan mengulurkan tangannya padaku.
"Apa kabarmu?"
Detak jantungku serasa berhenti saat itu.
Apakah aku sudah mati?
Tapi dapatkah kau berikan senyum untukku
Walau itu bukan cinta, tapi aku memohon
Tidak. Ini benar, ini nyata. Leon, berdiri
dengan gagah dan hangat mengulurkan tanganku. Bukan sebuah angan-angan yang
selama ini selalu kubayangkan di benakku.
Diapun duduk dan perbincanganpun dimulai. Yang
kutahu sekarang ini, ia juga sudah memiliki keluarga, anaknya bahkan sudah dua.
Aku menceritakan juga bagaimana setelah kami lulus dan berpisah, kuceritakan
bagaimana suamiku yang sangat baik, bagaimana keceriaan dan rumah tangga kami
yang semuanya baik-baik saja.
***
Mengapa engkau tega mencuri hatiku
Tanpa seijin aku lebih dulu
Memaksaku membuatku lemah tak berdaya
Geu dael saranghamnida
Leon, Leon, dan Leon. Masih namanya yang
terngiang di telingaku saat ini. Apalagi aku bertemu kembali dengannya, punya
contactnya, dan kamipun berjanji bertemu lagi di akhir minggu nanti.
Perasaanku tak karuan. Siapa coba yang bisa
tenang saat akan bertemu dengan orang yang dicintainya? Tentunya jantung
berdegup kencang, inginnya lekas di hari itu. Namun, saat tiba harinya gugupnya
nggak karuan. Akupun mulai membayangkan yang indah-indah, hal-hal yang pernah
kami lakukan dulu terbayang kembali di ingatanku. Semuanya manis, dan tak akan
pernah aku lupakan. Bahkan mungkin, akan kubawa mati nantinya.
***
Tibalah hari itu pertemuan kami. Sengaja kami
mengambil waktu weekend agar bisa berbincang lebih lama. Sebuah lokasi di cafe
yang indah dan romantis, Leon memesan sebuah meja di balkon. Dengan sebuah
lilin menyala di meja.
Hari itu, tak ada perbincangan tentang
pasangan dan kehidupan kami masing-masing. Yang ada hanyalah canda tawa dan
pujian, serta tatapan dalam. Aku terlarut dalam kehangatan tatapan matanya.
Senyumku tak pernah tersimpul dan selalu mengembang di setiap detik hari itu.
Tiga jam lamanya kami bercanda tawa, iapun
menggandengku berjalan ke arah balkon. Menikmati setiap kerlip lampu di bawah
sana. Indah. Dan aku tak ingin semuanya ini berakhir.
"Aku tahu, aku juga tak ingin semuanya
berakhir hari ini... tapi... kau tahu kan tanpa harus aku bilang," katanya
lembut memelukku dari belakang. Aku mengangguk. Seketika hatiku pedih, tapi
pedih itu tak kubiarkan lama. Aku hanya ingin menikmati setiap detik
bersamanya. Setiap detik yang mungkin menjadi yang terakhir dalam hidupku
bertemu dengannya. Tak akan kusia-siakan detik-detik itu, detik di mana aku
bertemu cinta sejatiku, sekalipun untuk terakhir kalinya.
Birok sarangeun anirado
(Walaupun bukan cinta...)
Eonjenga hanbeonjjeumeun dolahbwajugetjyo
Kelak kita akan bertemu lagi, setidaknya
sekali lagi...