Usiaku 20 tahun saat itu. Saat aku masih
berstatus seorang mahasiswi di sebuah kampus terkenal di kota Surabaya. Saat
itu aku memiliki seorang pacar, sebut saja namanya Indra. Kami saling mencintai
dan keluarga kami sudah saling merestui. Aku berasal dari keluarga berada, anak
tunggal. Ayahku memiliki beberapa bengkel mobil yang lumayan besar, dari
sanalah keluarga kami menggantungkan hidup. Semua tampak baik-baik saja,
kehidupanku berlangsung normal, hingga pada akhirnya aku tahu ada yang tidak
beres dengan keluargaku.
Tidak pernah terbayangkan bahwa ayahku yang
baik dan penyabar melakukan perselingkuhan dengan wanita muda, yang usianya
tidak jauh berbeda dengan usiaku. Wanita muda itu membuat ayahku menceraikan
ibu, memilih untuk meninggalkan kami tanpa beban.
Kehidupanku hancur, setiap hari aku melihat
ibu menangis. Semakin hari, tubuhnya semakin kurus. Ayah melupakan tanggung
jawabnya untuk memberi nafkah anaknya. Hanya kepedihan dan air mata yang
ditinggalkan ayah untuk kami. Wanita muda itu berhasil merebut kasih sayang
ayah sekaligus kehidupan kami yang bahagia.
Aku dan ibu harus banting tulang membiayai
kehidupan kami. Aku meninggalkan bangku kuliah dan mulai bekerja sebagai SPG
produk kecantikan wanita. Dengan gaji yang pas-pasan, aku mulai membiasakan
diri tinggal di kontrakan yang sempit dan pengap. Semua hal menyakitkan
tersebut masih menyisakan harapan, setidaknya, masih ada Indra, pria yang aku
cintai.
Tetapi hidup tidak bisa memilih. Pada
akhirnya, Indra meninggalkanku. Perselingkuhan ayahku dianggap oleh keluarganya
sebagai aib. Mereka takut jika aib tersebut akan mencoreng nama baik keluarga
mereka. Dengan hati yang remuk, aku menerima keputusan ini. Aku tahu Indra
melepaskanku dengan berat hati. Aku tahu dia masih mencintaiku, tetapi dia juga
punya tanggung jawab untuk membahagiakan keluarganya.
Air mataku rasanya sudah kering untuk
menangis. Aku hanya bisa menertawakan hidupku dengan putus asa. Tuhan tidak
sayang padaku, hidupku hancur, orang-orang yang aku cintai meninggalkanku.
Untuk apalagi aku hidup?
Satu gelas kecil obat nyamuk cair aku telan.
Semoga saat aku membuka mata, aku sudah berada
di dunia lain. Entah dimana, tempat di mana aku bebas dari kepahitan hidup.
Tetapi.. saat membuka mata, aku masih ada di
dalam kamar kontrakan yang pengap. Saat kepalaku masih pusing, aku mendengar
suara yang tidak aku kenali. Suara tersebut memintaku untuk meneruskan hidupku,
bahwa Tuhan tidak akan pernah memberi cobaan di luar batas kemampuan hamba-Nya.
Aku masih hidup, aku masih bernapas, aku masih
merasakan sakit pada bagian kepala. Aku tidak kehilangan nyawaku setelah
meminum obat nyamuk cair, aku hanya pusing, selebihnya.. aku tidak apa-apa.
Tangisku langsung pecah saat itu. Suara itu
menyadarkanku bahwa aku masih punya ibu, sosok yang paling menyayangiku.
Bagaimana mungkin aku tega meninggalkan ibu saat dia menjadi wanita yang sangat
rapuh.
Pelan-pelan, aku mulai bangkit dari
keterpurukan. Aku percaya bahwa Tuhan pasti punya rencana terbaik untukku dan
ibu. Aku mulai menggiatkan kerja keras untuk menambah pundi-pundi pemasukan,
memberi les privat untuk anak SD, menjual kue basah buatan ibu pada hari
Minggu, apapun akan aku lakukan selama itu halal.
***
Saat ini, aku bekerja di sebuah bank setelah
mendapat beasiswa gratis. Posisiku di bagian back office sudah cukup menjamin
kesejahteraanku dan ibu. Jika semuanya lancar, enam bulan lagi aku akan menikah
dengan seorang pria yang mencintaiku dan menerima kondisiku. Tidak ada lagi
tangisan seperti dulu. Aku ingin hidupku berguna, setidaknya untuk orang yang
selalu menyediakan pelukan dan cintanya untukku.
Aku makin menghargai kehidupan, aku percaya
bahwa Tuhan tidak akan pernah memberi cobaan di luar batas kemampuan umat-Nya.