Apakah otak lelaki kurang emosional lebih baik untuk membangun dan mempertahankan perkawinan?. Benarkah demikian?.
Penulis buku “The Mail Brain” Michael Gurian
menjawab dengan matap,” Ya”. Gurian memberi alasan dasarnya atas jawaban
positif ini dengan mengeksplorasi secara mendalam kecenderungan-kecenderungan
biologis lelaki secara dalam kehidupan emosionalnya. Menurutnya,
kecenderungan-kecenderungan biologis ini sama pentingnya kecenderungan-kecenderungan
biologis perempuan.
1. LELAKI CENDERUNG MENANGGUHKAN REAKSI
EMOSIONAL
Penelitian-penelitian belakangan menunjukkan
bahwa lelaki membutuhkan waktu tujuh jam lebih lama daripada perempuan untuk
memproses data-data emosi yang kompleks. Penelitian-penelitian terbaru tentang
saraf menguatkan fakta bahwa mengingat kondisi biologis otak lelaki “reaksi
yang lambat” merupakan bagian dari cara kerja perasaan lelaki. Perempuan, tentu
saja, juga dapat menunda reaksi-reaksi emosionalnya, dan lelaki pun dapat
menunjukkan reaksi-reaksi emosional secara sangat cepat. Akan tetapi secara
umum, hal-hal berikut ini benar:
- Lelaki tidak akan segera mengetahui apa yang
dirasakan ketika dia sedang merasakan, dan dia membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk memahaminya.
- Lelaki tidak dapat mengungkapkan perasaanya
ke dalam kata-kata seketika itu, dan cenderung membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk mengungkapkannya kepada perempuan-jika dia memilih cara verbal.
2. LELAKI CENDERUNG MENGEDEPANKAN EMOSI FISIK
DARIPADA EMOSI VERBAL (KATA-KATA)
Perempuan lebih banyak berbicara, lelaki lebih
banyak bertindak. Ini ungkapan klise tetapi seringkali benar. Perempuan lebih
suka duduk dan berbicara, sedangkan lelaki lebih suka berolah fisik. Sebagian
lelaki terkadang suka membicarakan perasaannya, tetapi tentu saja tidak selama
perempuan ketika membicarakabnnya. Semakin banyak kandungan hormon testosteron
pada lelaki (atau perempuan), semakin spasial dan fisikal proses emosionalnya.
Semakin banyak kandungan hormon esterogen/progesteron
dalam sistem otak lelaki, semakin banyak proses verbal-emosinal yang
dilakukannya, dan makanya dia semakin cenderung mengumbar kata-kata. Akibat
olah lelaki menanggapi stimulus emosional dengan proses fisik-terutama karena
otak lelaki cenderung melakukan proses ini dalam mengirim lebih banyak sinyal
emosi ke batang otak-dia lebih mungkin merespons sebuah perasaan secara fisik.
Hal ini dapat terjadi seperti berikut ini:
- Jika lelaki merasa disakiti, dia lebih
mungkin mengespresikan kesakitannya dengan memukul sesuatu.
- Jika lelaki merasa tegang, dia lebih mungkin
mengendurkannya dengan melakukan aktivitas fisik.
3. KETIKA MEMPROSES PERASAAN, LELAKI
MENGENAKAN “TOPENG”
Disinilah pentingnya kemampuan perempuan dalam
membaca isyarat-isyarat “topeng” lelaki. Mengingat kondisi biologis otaknya,
lelaki lebih sulit mengungkapkan perasaanya daripada kaum perempuan. Dengan
ukuran corpus callosum yang lebih kecil, lelaki memindah-mindahkan perasaanya
di pusat-pusat bahasa dalam otaknya tidak seperti yang terjadi dalam otak
perempuan.
Sewaktu lelaki merasakan sesuatu, sinyal
perasaannya mulai bekerja di dalam sistem limbic lalu naik ke neokorteks.
Sinyal ini akan naik lagi ke belahan otak kanan. Akan tetapi, ia akan berhenti
dan hilang karena tidak diterima di sebuah pusat bahasa di belahan otak kiri.
Dengan corpus callosum yang lebih kecil 25 persen daripada milik perempuan,
otak lelaki lebih sulit menemukan sebuah jaringan lintas belahan daripada otak
perempuan. Oleh karena otak perempuan memiliki 6 atau 7 pusat bahasa di belahan
kanan dan kiri, dan otak lelaki hanya memiliki 1 atau 2 pusat di belahan kiri,
otak perempuan acapkali tidak membutuhkan lintas belakang untuk
mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaannya secara verbal.
Sampai di sini, otak perempuan mempunyai
susana yang lebih baik untuk mengambil perasaaan ketika ia datang,
memprosesnya, dan mengungkapkannya ke dalam kata-kata. Maka reaksi yang
terlambat adalah sebuah adaptasi yang dilakukan lelaki untuk menutupi adaptasi
lainnya.
Otak lelaki menyesuaikan rendahnya kecepatan
proses emosi dengan lebih menyembunyikan perasaannya. Ini menyebabkan otak
lelaki lebih lama dalam memproses perasaan daripada yang diharapkan oleh
lingkungan eksternalnya. Jika lelaki hidup dengan perempuan, dia mungkin tidak
akan memproses perasaan-perasaan yang dirasakan oleh si perempuan.
Otak lelaki akan kerapkali menyembunyikan
perasaan orisinal di balik perasaan semu, atau justru menghindarinya. Sampai
batas-batas tertentu, setiap orang akan meyembunyikan perasaanya, dan lelaki
jauh lebih sering memakai cara ini daripada perempuan.