Sejarah mencatat, paling tidak ada 7 orang
misterius di Indonesia yang sebenarnya layak di ketahui keberadaan serta
perannya apabila orang-orang tersebut benar-benar ada. Tetapi sayangnya, mereka
tetaplah misterius dan tentang keberadaannya sulit diketahui dengan pasti,
bahkan beberapa di antaranya, makamnya sulit d temukan.
1. Supriyadi (PETA)
Siapa yang tidak kenal dengan sosok pahlawan
satu ini. Supriyadi adalah pahlawan nasional, pemimpin pemberontakan pasukan
Pembela Tanah Air ( PETA ) terhadap pasukan pendudukan Jepang di Blitar pada
Februari 1945.
Ia ditunjuk sebagai menteri keamanan rakyat pada
kabinet pertama Indonesia, namun tidak pernah muncul untuk menempati jabatan
tersebut.
Pada waktu itu, Supriyadi memimpin sebuah
pasukan tentara bentukan Jepang yang beranggotakan orang-orang Indonesia.
Karena kesewenangan dan diskriminasi tentara Jepang terhadap tentara PETA dan
rakyat Indonesia, Supriyadi gundah.
Ia lantas memberontak bersama sejumlah
rekannya sesama tentara PETA. Namun pemberontakannya tidak sukses. Pasukan
pimpinan Supriyadi dikalahkan oleh pasukan bentukan Jepang lainnya, yang
disebut Heiho.
Kabar yang berkembang kemudian, Supriyadi
tewas. Tetapi, hingga kini tidak ditemukan mayat dan kuburannya. Oleh karena
itu, meski telah dinobatkan sebagai pahlawan nasional oleh pemerintah,
keberadaan Supriyadi tetap misterius hingga kini. Sejarah yang ditulis pada
buku-buku pelajaran sekolah pun menyebut Supriyadi hilang.
Namun yang membuat sosok Supriyadi semakin
misterius adalah banyaknya kemunculan orang-orang yang mengaku sebagai
Supriyadi. Salah satu yang cukup kontroversial adalah sebuah acara pembahasan
buku 'Mencari Supriyadi, Kesaksian Pembantu Utama Bung Karno', yang diadakan di
Toko Buku Gramedia di Jalan Pandanaran Semarang.
Dalam acara itu, seorang pria sepuh bernama
Andaryoko Wisnu Prabu membuka jati diri dia sesungguhnya. Dia mengaku sebagai
Supriyadi, dan kini berusia 88 tahun.
Namun sampai sekarang pengakuan tersebut belum
bisa dibuktikan kebenarannya, meski secara perawakan dan sejumlah saksi
membenarkan klaim tersebut.
2. Tan Malaka
Salah satu sosok pahlawan nasional kita yang
terlupakan. Mungkin salah satu (atau satu-satunya) sosok pahlawan yang memiliki
kisah petualangan dari negara ke negara lain dan menjadi sosok yang paling
dicari oleh Belanda dan banyak negara lain.
Selain itu, pada masa revolusi kemerdekaan
keberadaannya selalu dicari oleh para pejuang pada saat itu ( termasuk oleh
Bung Karno ) karena hobinya melakukan penyamaran untuk menghindari mata-mata
musuh, sehingga sosoknya selalu misterius dan tidak banyak yang mengenal dengan
pasti seperti apa sosok yang bernama asli Sutan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka
itu.
Namun sayangnya keberadaan dari tokoh aliran
kiri ini hilang secara misterius dalam pergolakan revolusi kemerdekaan itu.
Konon kabarnya Tan Malaka dibunuh pada tanggal 21 Februari 1949 atas perintah
Letda Soekotjo dari Batalyon Sikatan, Divisi Brawijaya di daerah Kediri, Jawa
Timur. Hingga kini makamnya tidak pernah bisa ditemukan.
3. Gunadarma (Borobudur)
Borobudur dan Gunadarma adalah dua nama yang
tidak bisa terpisahkan. Dalam sejumlah literatur, Candi Borobudur diarsiteki
oleh sekelompok kaum atau sekelompok Brahmana yang meletakkan dasar pada sebuah
tempat pemujaannya dan kemudian entah beberapa waktu kemudian (kemungkinan bisa
puluhan, ratusan atau malah ribuan) dibuatkan sebuah proyek mega raksasa,
pemberian sebuah 'kulit' yang katanya dikepalai oleh seorang arsitek bernama
Gunadarma.
Sedangkang siapa sebenarnya sekelompok kaum
Brahmana yang terdahulu tidak diketemukan catatan resmi tentang mereka,
kemudian cerita tentang kepala penanggung jawab mega proyek pembuatan 'kulit'
situs tersebut yaitu Gunadarma juga tidak ada sebuah keterangan resmi
mengenainya, bisa jadi kata Gunadarma adalah sebuah kata simbol dan bukan
merupakan nama seseorang.
Kalau memang benar Gunadarma yang mengarsiteki
pembangunan Candi Borobudur, maka perlu kita acungi jempol bagaimana Gunadarma
melakukan perencanaan yang tepat dengan kondisi teknologi yang pada saat itu
belum begitu canggih. Namun sampai saat ini nama Gunadarma dan Borobudur itu
sendiri masih menjadi misteri yang belum bisa diungkapkan dengan tuntas.
4. Ki Panji Kusmin
Suatu ketika majalah Sastra, dengan cetakan
tahun VI No. 48, Agustus 1968, memuat sebuah cerpen yang berjudul Langit Makin
Mendung yang dikarang oleh Ki Panji Kusmin (diduga ini nama samaran). Cerpen
ini bercerita tentang Nabi Muhammad yang memohon izin kepada Tuhan untuk
menjenguk umatnya.
Disertai Malaikat Jibril, dengan menumpang
Bouraq, Nabi mengunjungi Bumi. Namun Bouroq bertabrakan dengan satelit Sputnik
sehingga Nabi serta Malaikat Jibril terlempar dan mendarat di atas Jakarta.
Di situ Nabi menyaksikan betapa umatnya telah
menjadi umat yang bobrok. Cerpen ini adalah sindiran terhadap laku keagamaan
masyarakat luas yang 'menyimpang' pada waktu yang belum jauh berselang dari
terjadinya tragedi 1965.
Namun akibat penerbitan Cerpen yang bikin
heboh umat ini, Ki Panji Kusmin dituduh telah melakukan penodaan terhadap agama
karena mempersonifikasikan Tuhan, Nabi Muhammad, dan Malaikat Jibril.
Tanpa ampun lagi H.B. Jassin selaku penanggung
jawab majalah itu dibawa ke pengadilan dan dipaksa untuk mengungkap siapa
sebenarnya Ki Panji Kusmin. H.B. Jassin menolak untuk mengungkap jati diri Ki
Panji Kusmin.
Untuk itu ia dituntut Pengadilan Tinggi Medan
dan divonis in absentia berupa kurungan selama satu tahun dan masa percobaan
dua tahun. Dan sampai saat ini pun identitas dari Ki Panji Kusmin tidak
terungkap dan dibawa hingga ke liang lahat oleh H.B. Jassin.
5. Imam Sayuti alias Tebo
Suatu hari, pada 1970 hiduplah sepasang suami
- istri Fai dan Nasikah di lereng Gunung Watungan, Desa Wuluhan, Kecamatan Ambulu,
Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Fai bekerja sebagai kuli bangunan, istrinya
membantu mencari kayu di hutan Ambulu. Masih pengantin baru, konon mereka belum
sempat berhubungan suami - istri, Fai pergi ke kota untuk bekerja di proyek.
Fai pun pamit untuk jangka waktu lama.
Ternyata, baru tiga hari pamitan, ‘Fai’ pulang
lagi menemui Nasikah. (Dipercaya sebagai gendruwo atau makhluk halus. Postur,
cara bicara, suara, dan perilakunya persis Fai, sang suami asl ). Nah, si
gendruwo yang menyamar sebagai Fai ini kemudian menyetubuhi Nasikah.
Nasikah, wanita desa itu, tenang-tenang saja
karena menganggap 'laki - laki' itu suaminya yang sah. Bulan ketujuh Nasikah
hamil, Fai palsu pamit. Datanglah Fai yang asli.
Maka gegerlah sudah keluarga baru ini. Untung
saja, ulama terkemuka di Ambulu meminta Fai untuk bersabar karena istrinya
tidak selingkuh. Ada pesan atau isyarat spiritual yang terjadi dengan istrinya.
Lalu, lahirlah bayi penuh rambut di tubuh
dengan bintik-bintik merah. Orang tuanya memberi nama Imam Sayuti. Tapi
laki-laki kekar ini diberi nama gaib, Tebo, sesuai dengan petunjuk 'dari
langit'. Tebo kemudian diasuh oleh pasangan suami - istri ini layaknya anak
mereka sendiri.
Sosok ini cukup menarik perhatian ketika Tebo
dititipkan oleh manajer Wahana Misteri (Penyelenggara pameran yang berkaitan
dengan hal-hal gaib) pada tahun 1990 dan menjadi bintang pameran di sana.
Akhirnya kontroversi keberadaan sosok ini merebak.
Tentu suatu hal yang ganjil jika ada makhluk
alam lain bisa 'bersetubuh' dengan manusia dan melahirkan manusia 'gado -
gado'. Hingga saat ini belum ada penelitian yang lebih ilmiah untuk membuktikan
keberadaan 'makhluk' ini.
6. Perobek Bendera Belanda di Hotel Oranje
Peristiwa 10 November 1945 tentu tidak lepas
dari dipicunya oleh salah satu peristiwa yang paling heroik, yaitu perobekan
bendera Belanda di atas Hotel Oranje. Kisah ini dipicu oleh berita bahwa di
Hotel Oranje di Tunjungan telah dikibarkan bendera Belanda merah-putih-biru
oleh Mr Ploegman.
Tentu saja hal tersebut tidak diterima oleh
para arek-arek Suroboyo yang merasa pengibaran bendera tersebut dianggap
sebagai penghinaan sebagai bangsa yang merdeka.
Pada akhirnya Mr. Ploegman dibunuh oleh
seorang pemuda yang mendekati dirinya tanpa ia ketahui dan menusukkan pisaunya
bertubi-tubi. Pada saat itu Mr. Ploegman menghadapi ribuan massa di depan hotel
yang menuntut penurunan bendera triwarna tersebut. Teriakan untuk menurunkan bendera
kian membahana.
Sejumlah pemuda telah membawa tangga untuk
naik ke atap hotel, terdapat 8 sampai 10 pemuda. Dari atap ada yang naik ke
tiang bendera dalam gemuruh teriakan, lalu bagian biru bendera itu pun dirobek,
dan jadilah kini 'Sang Merah Putih' yang berkibaran di angkasa.
Lalu yang menjadi pertanyaan adalah siapakah
yang menjadi perobek bendera tersebut? Dalam kondisi yang sangat kacau dan
penuh massa, tentu tidak mudah bagi para saksi sejarah untuk mengetahui secara
pasti siapakah yang melakukannya.
7. Penulis Buku Darmogandhul
Mungkin di antara karya-karya sastra kuno
berbahasa Jawa, kitab Darmogandhul adalah salah satu sastra Jawa yang sangat
kontroversial. Selain isinya banyak memutarbalikkan ajaran agama tertentu, juga
kitab ini sarat dengan sejumlah keganjilan-keganjilan sejarah sebenarnya.
Walaupun menggunakan latar belakang kisah
runtuhnya Majapahit dan berdirinya kerajaan Demak Bintara, namun kisah
Darmogandhul mencuatkan hal-hal yang tidak masuk akal pada zamannya. Hal ini
didapati pada untaian kisah berikut:
… wadya Majapahit ambedili, dene wadya Giri pada pating jengkelang ora kelar nadhahi tibaning mimis, …
Maksudnya: Pasukan Majapahit menembak dengan
senapan, sedangkan pasukan Giri berguguran akibat tidak kuat menerima timah
panas.
Apakah zaman itu sudah digunakan senjata api
dalam berperang? Hal tersebut tidak mungkin sebab senjata api baru dikenal
sejak kedatangan bangsa Eropa ke bumi Nusantara.
Darmogandhul ditulis setelah kedatangan bangsa
Eropa, bukan pada saat peralihan kekuasaan dari Majapahit ke Demak Bintara.
Lalu siapakah sebenarnya penulis kitab ini?
Sampai saat ini belum ada yang bisa menunjukkan secara pasti siapakah pengarang
kitab 'ngawur' ini. Namun dari sejumlah analisis tulisan dan latar belakang
sejarah dalam kitab itu, Darmogandhul ditulis pada masa penjajahan Belanda.
Penulis Darmogandul bukan orang yang tahu
persis sebab-sebab keruntuhan Majapahit yakni Perang Paregreg yang
menghancurkan sistem politik dan kekuasaan Majapahit, juga hilangnya pengaruh
agama Hindu.
Kitab Darmogandhul diduga hanya produk
rekayasa sastra Jawa yang dipergunakan untuk kepentingan penjajah Belanda.