Studi terbaru yang dilakukan ilmuwan dari
Florida State University, Dean Falk, mengungkap tentang bagian otak Albert
Einstein yang berbeda dengan kebanyakan otak manusia lainnya. Ini terkait
dengan kemampuan kognitifnya yang luar biasa.
Falk, bersama dengan rekannya Frederick E.
Lepore dari Robert Wood Johnson Medical School serta Director of the National
Museum of Health and Medicine, Adrianne Noe, mendeskripsikan untuk pertama
kalinya mengenai keseluruhan bagian cortex otak Einstein dari pemeriksaan 14
foto yang baru ditemukan.
Dilansir Machineslikeus, para peneliti
membandingkan otak Einstein dengan 85 otak manusia "normal" dalam
studi pencitraan fungsional. "Meskipun ukuran keseluruhan dan bentuk
asimetris otak Einstein adalah normal, namun prefrontal, somatosensory, primary
motor, parietal, temporal serta occipital cortices adalah luar biasa,"
jelas Falk.
Falk mengatakan, dengan keunikan tersebut, ini
mungkin telah memberikan dasar-dasar neurologis untuk beberapa kemampuan
visuospatial dan matematika. Studi yang dilaporkan dalam The Cerebral Cortex of
Albert Einstein: A Description and Preliminary Analysis of Unpublished
Photographs ini akan diterbitkan pada 16 November 2012 di jurnal Brain.
Setelah kematian Einstein pada 1955, otaknya
telah difoto dari berbagai sudut atas izin dari keluarganya. Selanjutnya, foto
otak sang pencetus teori relativitas umum ini dibagi menjadi 240 blok.
Namun sayang, sebagian besar dari blok foto
dan slide itu telah hilang dari pandangan publik selama lebih dari 55 tahun. 14
foto yang digunakan oleh para peneliti ini, kini disimpan oleh National Museum
of Health and Medicine.
Wikipedia menerangkan, Albert Einstein lahir
di Jerman, 14 Maret 1879. Ia wafat di New Jersey, Amerika Serikat pada 18 April
1966 (usia 76 tahun). Einstein merupakan ilmuwan fisika teoretis yang dipandang
luas sebagai ilmuwan terbesar di abad ke-20.
Ia mengemukakan teori relativitas dan banyak
menyumbang bagi pengembangan mekanika kuantum, mekanika statistika, dan
kosmologi. Einstein juga dianugerahi Penghargaan Nobel dalam Fisika pada 1921
untuk penjelasannya tentang efek fotolistrik dan "pengabdiannya bagi
Fisika Teoretis".